Saya mau bertanya Hukum Aqiqah Setelah Dewasa, di mana di umur saya yang sudah 29 tahun saya belum menyembelih 2 ekor kambing. Bagaimana saya harus membayarnya pak? Sedangkan saya pernah mendengar aqiqah itu dihitung sampai hari ketujuh sewaktu lahir. Terima kasih banyak pak.
Jawaban:
Wa ‘alaikumus-salam w.
w.
Terima kasih atas pertanyaan saudara dan berikut ini jawabannya:
Aqiqah ialah sembelihan
yang disembelih karena kelahiran anak. Hukumnya sunnah muakkad meskipun si ayah
sedang dalam keadaan susah. Aqiqah telah dilakukan oleh Rasulullah saw. dan
para sahabat beliau.
Mengenai waktu pelaksanaan
aqiqah, ada tuntunan dari Rasulullah saw. seperti berikut:
عَÙ†ْ سَÙ…ُرَØ©َ بْÙ†ِ جُÙ†ْدُبٍ
Ø£َÙ†َّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم Ù‚َالَ: ÙƒُÙ„ُّ غُلاَÙ…ٍ رَÙ‡ِينَØ©ٌ بِعَÙ‚ِيقَتِÙ‡ِ
تُØ°ْبَØُ عَÙ†ْÙ‡ُ ÙŠَÙˆْÙ…َ سَابِعِÙ‡ِ ÙˆَÙŠُØْÙ„َÙ‚ُ ÙˆَÙŠُسَÙ…َّÙ‰. [رواه Ø£َبُÙˆ دَاوُدَ]
Dari Samurah bin
Jundub [diriwayatkan bahwa] sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: “Setiap anak
tergantung kepada aqiqahnya, disembelih atas namanya pada hari ketujuh
(kelahirannya), dicukur (rambutnya) dan diberi nama” [HR. Abu Dawud].
Dari hadis ini diketahui
bahwa aqiqah itu dilaksanakan sebagai tanda syukur dan berbagi kebahagiaan atas
kelahiran seorang anak. Aqiqah dilaksanakan pada hari ketujuh setelah
kelahirannya. Dan menurut para ulama, jika tidak bisa dilakukan pada hari
tersebut, maka boleh dilakukan pada hari-hari lain yang longgar.
Hanya saja waktunya
dibatasi hingga anak tersebut baligh, sebagaimana diisyaratkan dalam hadis di
atas dengan kata “ghulam” yang berarti anak. Jika sudah baligh maka tidak
disunnahkan lagi melakukan aqiqah karena sudah jauh waktunya dari hari
kelahirannya.
Oleh karena itu, jika
ayah saudara tidak melakukan aqiqah atas nama anda dahulu, maka anda tidak
mempunyai kewajiban untuk mengaqiqahi diri sendiri. Dalam hal ini anda tidak
perlu merasa bersalah atau berdosa bagi diri anda atau ayah anda, karena hukum
aqiqah bukan wajib, tapi sunnah muakkadah.
Anda tidak perlu
mengaqiqahi diri sendiri ketika sudah dewasa karena hal itu tidak disyariatkan
dan tidak disunnahkan. Nabi SAW, para sahabat dan para ulama tidak melakukan
hal tersebut.
Hukum Aqiqah Setelah Dewasa
Bismillah,
Assalamau’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh. Ustadz, saya mau bertanya mengenai Aqiqah.
Apabila sewaktu kecil belum diaqiqahi, apakah setelah besar harus diaqiqahkan
juga? Bagaimana hukumnya jika aqiqah tersebut dilakukan ketika telah dewasa??
Terimakasih atas jawabanya.
Wa ‘alaikumussalam
Aqiqah Untuk Diri Sendiri Setelah Dewasa
Bismillah
Pertama
Aqiqah hukumnya
sunah muakkad (ditekankan) menurut pendapat yang lebih kuat.
Dan yang mendapatkan perintah adalah bapak. Karena itu, tidak wajib bagi ibunya
atau anak yang diaqiqahi untuk menunaikannya.
Jika Aqiqah belum ditunaikan, sunah aqiqah tidak gugur, meskipun si anak sudah
balig. Apabila seorang bapak sudah mampu untuk melaksanakan aqiqah, maka dia
dianjurkan untuk memberikan aqiqah bagi anaknya yang belum diaqiqahi tersebut.
Kedua
Jika ada anak yang belum
diaqiqahi bapaknya, apakah si anak dibolehkan untuk mengaqiqahi diri sendiri? Ulama
berbeda pendapat dalam masalah ini. Pendapat yang lebih kuat, dia dianjurkan
untuk melakukan aqiqah.
Ibnu Qudamah mengatakan, “Jika dia belum diaqiqahi sama sekali, kemudian balig
dan telah bekerja, maka dia tidak wajib untuk mengaqiqahi dirinya sendiri.”
Imam Ahmad ditanya
tentang masalah ini, ia menjawab, “Itu adalah kewajiban orang tua, artinya
tidak wajib mengaqiqahi diri sendiri. Karena yang lebih sesuai sunah adalah
dibebankan kepada orang lain (bapak). Sementara Imam Atha dan Hasan Al-Bashri
mengatakan, “Dia boleh mengaqiqahi diri sendiri, karena aqiqah itu dianjurkan
baginya, dan dia tergadaikan dengan aqiqahnya. Karena itu, dia dianjurkan untuk
membebaskan dirinya.”
Sementara menurut pendapat kami, aqiqah disyariatkan untuk dilakukan bapak.
Oleh karena itu, orang lain tidak perlu menggantikannya….” (Al-Mughni,
9:364).
Ibnul Qayim mengatakan,
“Bab, hukum untuk orang yang belum diaqiqahi bapaknya, apakah dia boleh mengaqiqahi
diri sendiri setelah balig?” Al-Khalal mengatakan, “Anjuran bagi orang yang
belum diaqiqahi di waktu kecil, agar mengaqiqahi diri sendiri setelah dewasa.”
Kemudian ia menyebutkan
kumpulan tanya jawab dengan Imam Ahmad dari Ismail bin Sa’id Al-Syalinji, ia
mengatakan, “Saya betranya kepada Ahmad tentang orang yang diberi tahu bapaknya
bahwa dia belum diaqiqahi. Bolehkah mengaqiqahi diri sendiri?”
Imam Ahmad menjawab, “Itu
adalah kewajiban bapak.” Dalam kitab Al-Masail karya Al-Maimuni, ia
bertanya kepada Imam Ahmad, “Jika orang belum diaqiqahi, apakah boleh dia aqiqah
untuk diri sendiri ketika dewasa?”
Kemudian ia menyebutkan
riwayat aqiqah untuk orang dewasa dan ia dhaifkan. Saya melihat bahwasanya Imam
Ahmad menganggap baik, jika belum diaqiqahi waktu kecil agar melakukan aqiqah
setelah dewasa. Imam Ahmad mengatakan, “Jika ada orang yang melaksanakannya,
saya tidak membencinya.”
Abdul Malik pernah
bertanya kepada Imam Ahmad, “Bolehkah dia beraqiqah ketika dewasa?” Ia
menjawab, “Saya belum pernah mendengar hadis tentang aqiqah ketika dewasa sama
sekali.” Abdul Malik bertanya lagi, “Dulu bapaknya tidak punya, kemudian
setelah kaya, dia tidak ingin membiarkan anaknya sampai dia aqiqahi?”
Imam Ahmad menjawab,
“Saya tidak tahu. Saya belum mendengar hadis tentang aqiqah ketika dewasa sama
sekali.” kemudian Imam Ahmad mengatakan, “Siapa yang melakukannya maka itu
baik, dan ada sebagian ulama yang mewajibkannya.” (Tuhfatul maudud, Hal.
87 – 88)
Setelah membawakan
keterangan di atas, Syekh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan, “Pendapat pertama
yang lebih utama, yaitu dianjurkan untuk melakukan aqiqah untuk diri sendiri.
Karena aqiqah sunah yang sangat ditekankan.
Bilamana orang tua anak
tidak melaksanakannya, disyariatkan untuk melaksanakan aqiqah tersebut jika
telah mampu. Ini berdasarkan keumuman banyak hadis, diantaranya, sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
كل غلام مرتهن بعقيقته تذبØ
عنه يوم سابعه ويØلق ويسمى
“Setiap anak
tergadaikan dengan aqiqahnya, disembelih pada hari ketujuh, dicukur, dan diberi
nama.”
Diriwayatkan Imam Ahamd, Nasa’i, Abu Daud, Turmudzi, dan Ibn Majah, dari
Samurah bin Jundub radliallahu ‘anhu dengan sanad yang shahih.
Termasuk juga hadis Ummu
Kurzin, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan
untuk memberikan aqiqah bagi anak laki-laki dua kambing dan anak perempuan
dengan satu kambing. Hadis ini diriwayatkan Imam Ahamd, Nasa’i, Abu Daud,
Turmudzi, dan Ibn Majah. Demikian pula Tirmudzi meriwayatkan yang semisal dari
Aisyah.
Dan ini tidak hanya
ditujukan kepada bapak, sehingga mencakup anak, ibu, atau yang lainnya, yang
masih kerabat bayi tersebut.”
(Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 26:266)
Sumber:
Republika.co.id