Strategi Pembelajaran Matematika Dalam Pelaksanaan Kurikulum 2013

Strategi Pembelajaran Matematika Dalam Pelaksanaan Kurikulum 2013

Konten [Tampil]

Abstrak
Dalam kehidupan bermasyarakat kerap kita jumpai kejadian kenakalan anak remaja baik pada kehidupan nyata di lingkungan kita ataupun kabar di media masa ataupun media elektronik. Yang lebih memprihatinkan kenakalan anak remaja mengenai anak-anak yang masih sekolah.
Dari waktu sebanyak 24 jam satu hari, kurang lebih 30% keberadaan siswa di dasar kepengawasan pihak sekolah. Penyempurnaan kurikulum yang rata-rata terjalin 5 tahun sekali belum dapat merubah kepribadian siswa secara signifikan. Pendekatan ilmiah dalam pendidikan matematika yang meliputi aktivitas mengamati, berfikir, mengumpulkan data, mengasosiasi, serta mengkomunikasikan diharapkan bisa membentuk insan yang jujur, cermat, disipin, cinta lingkungan, kesederhanaan, gotong royong. Siswa lebih aktif dan bereksplorasi. Sifat-sifat tersebut bisa tercipta misalnya dalam menciptakan rumus isi bola. Peraga yang terbuat dapat diperoleh dari barang tidak terpakai. Buat menciptakan rumus isi bola secara induktif siswa melaksanakan pengamatan terhadap peraga separuh bola serta kerucut, setelah itu siswa berdiskusi. Serta pada sesi akhir siswa bisa merumuskan.

Kata Kunci: Siswa, Kepribadian, Implementasi, Kurikulum 2013


A.     PENDAHULUAN
Saya seperti guru merasa pilu sekali serta prihatin terhadap keadaan akhir-akhir ini. Anak-anak sekolah apalagi mahasiswa tidak sedikit yang tawuran. Kita seperti guru serta orang tua butuh refleksi diri. Apakah kenakalan anak remaja paling utama anak-anak sekolah disebabkan seperti akibat minimnya empati para guru ataupun para orang tua terhadap anak didiknya ataupun kepada anak asuhannya? Dari waktu sebanyak 24 jam satu hari, kurang lebih 30% keberadaan siswa di dasar kepengawasan pihak sekolah.  Hingga kedudukan guru seperti pendidik bukanlah cuma membagikan pelajaran secara tuntas di sekolah.
Penyempurnaan kurikulum yang rata-rata terjalin 5 tahun sekali belum dapat merubah kepribadian siswa secara signifikan. Dengan terdapatnya Kurikulum 2013 yang ialah kurikulum berkarakter diharapkan bisa menciptakan siswa-siswa yang memiliki jati diri, cakap serta pintar baik pengetahuan, keahlian, serta perilaku dan bisa mewujudkan insan terdidik yang beriman serta bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.


B.     SEJARAH PERTUMBUHAN KURIKULUM DI INDONESIA PERIODE KOLONIAL SAMPAI KURIKULUM 2013
Indonesia ialah negara maju (2020) perlunya menjajaki pertumbuhan teknologi di masa globalisasi ini biar tidak sangat ketinggalan dengan kemajuan dunia paling utama dalam bidang pendidikan. Kemajuan bidang pendidikan tidak dapat lepas dengan kurikulum, bisa dikatakan kalau dalam penerapan pembelajaran, kurikulum ialah kompas, kurikulum ialah perlengkapan untuk menggapai tujuan pembelajaran yang butuh disempurnakan. Penyempurnaan terhadap kurikulum pendidikan di Indonesia bertujuan untuk tingkatkan mutu pembelajaran yang tercantum dalam sumber daya manusianya.

Semenjak dikumandangkan kemerdekaan Negeri Indonesia tahun 1945 sejarah pertumbuhan kurikulum pendidikan di Indonesia telah lewat 11 tahap, ialah pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 1999, 2004, 2006 serta yang baru saja kurikulum tahun 2013. Secara sosio histori pertumbuhan kurikulum di tanah air diklasifikasikan jadi 4 periode, ialah:
a.    Periode masa penjajahan
b.    Periode Orde Lama
c.     Periode Orde Baru
d.    Periode Reformasi


Secara pendek dijabarkan bagaikan berikut:
1.    Kurikulum Sekolah Dasar, yang dibedakan jadi 4 periode, ialah:
1.1 Kurikulum Sekolah Dasar masa Kompeni Ada 2 berbagai sekolah rendah, ialah:
a.    Sekolah Kelas 2 buat anak pribumi lama 3 tahun dengan pelajaran membaca, menulis, berhitung
b.    Sekolah Kelas Satu. Lama pembelajaran 4, 5, 7 tahun. Kelas ini diperuntukkan untuk anak pegawai pemerintah Hindia Belanda dengan pelajaran Ilmu Bumi, Sejarah, Ilmu Hayat, Ilmu Mengukur Tanah, Menggambar.

1.2 Kurikulum SD Era Kolonial Belanda Mengacu Undang-undang Hindia Belanda bagi tipe penduduk dipecah:
a.    ELS (Europe Lagere School), diperuntukkan untuk anak-anak Eropa, Tionghoa, serta Indonesia yang disamakan dengan bangsa Eropa
b.    HCS (Holland Chinese School) diperuntukkan untuk kalangan Tionghoa
c.     HIS (Holland Inlandse School) buat pribumi kalangan atas
d.    Sekolah Desa serta Sekolah Sambungan buat pribumi kalangan bawah
1.3 Kurikulum SD pada Era Jepang
Pada masa ini beragam tingkatan sekolah dihilangkan jadi Sekolah Rendah ataupun Sekolah Rakyat 6 tahun dalam bahasa Jepang diucap Kokumin Gako. Anak didik pada pembelajaran ini wajib menolong bangsa Jepang dalam peperangan, pula disuruh menanam tumbuhan jarak buat terbuat minyak demi kepentingan perang.

1.4 Kurikulum SD Pasca Kemerdekaan, yang dibagi dalam:
a.    Kurikulum SD masa sehabis 17 Agustus 1945 hingga tahun 1952 Pada masa ini dibangun Panitia Penyelidikan Pembelajaran oleh Menteri PP serta K. Sehabis Indonesia merdeka pembelajaran di Indonesia bersatu kembali.
b.    Kurikulum SD tahun 1952-1964 Pada masa ini pembelajaran di Indonesia hadapi penyempurnaan. Pembelajaran serta pengajaran bertujuan membentuk manusia susila yang cakap serta masyarakat negeri yang demokratis dan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan warga serta tanah air.
c.     Kurikulum SD tahun 1965-1968 Demikian pula masa-masa pertumbuhan kurikulum SMP serta SMA di Indonesia terdapat 3 tahap, ialah:
1.    Masa Penjajahan Belanda
2.    Masa Penjajahan Jepang
3.    Masa Republik Indonesia

Sebutan SMA pada Kurikulum SMA masa Belanda dinamakan AMS (Algemene Midelbare School).
AMS bertujuan: berikan peluang tamatan Mulo/sederajat SMP buat meneruskan sekolah ataupun kuliah, mendidik jadi pegawai Kolonial Belanda dengan tujuan Belanda mempertahankan kekuasaannya di Indonesia. Pada masa Jepang tahun 1942 sebutan AMS (kepunyaan Belanda) ditukar Sekolah Besar (SMT) dengan lama 5 tahun. Sebaliknya kurikulum masa RI meliputi sebagian masa, ialah:
a.      Masa 1950-1965
b.     Masa 1965-1975
c.      Masa 1975-1985
d.     Kurikulum Pembelajaran Dasar (SD/MI, SMP/MTs) 1994, Kurikulum SMA 1994
e.      Kurikulum KBK 2004
f.       Kurikulum KTSP 2006
g.     Kurikulum 2013


C.     KURIKULUM 2013
Hasil penilaian terhadap pelaksanaan Kurikulum KTSP 2006 ialah sangat menitik beratkan pada aspek kognitif, beban siswa sangat berat sehingga siswa dapat merasa tertekan, kurang berorientasi pada IPTEQ serta IMTAQ, pula kurang mencermati muatan kepribadian. Dengan terdapatnya fenomena ini perlunya kurikulum baru yang lebih fleksibel sehingga peserta didik tidak merasa sangat dibebani paling utama dalam bidang kognitif, peserta didik tidak terbelenggu dengan tugas-tugas di kelas, perlunya aktivitas yang menantang.

Beberapa pergantian pada Kurikulum 2013 dari Kurikulum KTSP 2006 merupakan bagaikan berikut (Idi: 2014).
a.    Penyempurnaan SKL (Standart Kompetensi Lulusan) yang lebih mencermati pengembangan kognitif, keahlian serta perilaku dan penghayatan pula pengamalan agama.
b.    Pergantian Standart Isi, dengan kompetensi yang dibesarkan jadi mata pelajaran dengan pendekatan tematik-integratif.
c.     Pergantian Standart Proses, ialah perlunya pergantian strategi pendidikan. Berartinya para guru buat merancang pendidikan yang aktif, kreatif, inovatif, mengasyikkan. Dengan strategi pendidikan yang sesuai peserta didik difasilitasi buat mengamati, menanya, mencerna, menyajikan, mencipta serta merumuskan.
d.    Pergantian Standart Penilaian.
Dalam perihal ini evaluasi tidak cuma mengukur hasil kompetensi, namun evaluasi yang otentik ialah evaluasi yang mengukur kompetensi perilaku, keahlian serta pengetahuan bersumber pada hasil serta proses. Evaluasi otentik ini diharapkan sanggup buat mengukur keahlian siswa cocok dengan performa yang dibutuhkan dalam kehidupan tiap hari.

Pemberlakuan Kurikulum 2013 diharapkan bisa menanggapi tantangan era paling utama dalam bidang pembelajaran ialah menciptakan lulusan yang kompetitif, inovatif, kreatif, kolaboratif dan berkarakter.

D.    PENDIDIKAN MATEMATIKA DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013
Strategi pendidikan ialah taktik yang digunakan guru supaya pendidikan terlaksana secara sesuai target. Strategi pendidikan secara aplikatif bisa dibedakan jadi 2 kelompok, ialah strategi langsung serta strategi tidak langsung. Strategi mana yang digunakan sehingga penerapan pendidikan bisa sesuai target sehingga tujuan pendidikan bisa tercapai sangat bergantung pada kemampuan guru.

Supaya siswa lebih kilat menguasai modul umumnya digunakan strategi langsung. Dalam pendidikan matematika strategi mana yang diseleksi, kita seharusnya guru wajib teliti buat memastikan yang bisa disesuaikan dengan modul yang hendak dibahas. Demikian pula model pendidikan yang hendak diseleksi. Secara pendek bisa dijabarkan bagaikan berikut.


1.     Model Pendidikan Proses Saintifik
Dalam model pendidikan ini siswa dituntut beraktifitas semacam pakar sains. Dalam prakteknya siswa melaksanakan kegiatan selayaknya langkah-langkah pelaksanaan tata cara ilmiah, ialah: merumuskan permasalahan, mengajukan hipotesis, mengumpulkan informasi, mencerna serta menganalisis informasi, dan membuat kesimpulan. Tidak seluruh modul dalam matematika dapat diterapkan model pendidikan ini.

Sebab model pendidikan proses saintifik bagaikan proses pendidikan buat membongkar permasalahan yang mebutuhkan perencanaan yang matang, pengumpulan informasi yang teliti, pula analisis yang cermat buat menciptakan kesimpulan. Siswa butuh dibina kepekaannya terhadap fenomena. Kepribadian keilmuan dari tiap modul pelajaran tidak sama demikian pula buat mata pelajaran matematika langkah-langkah dalam pendekatan ilmiah terdapat perbandingan.

1.1  Mengamati
Pengamatan kenyataan matematika bisa dibedakan jadi 2, ialah:
Pengamatan nyata fenomena alam ataupun lingkungan dalam mata pelajaran matematika kerap digunakan dalam mangulas modul tingkatan dasar, pengamatan semacam ini sesuai buat uraian konsep yang hendak diturunkan dari sesuatu proses induktif.

Misalnya dalam mangulas modul volume, buat menciptakan volume bola bisa dicoba pengukuran dengan menghubungkan volume kerucut dengan volume separuh bola. Siswa melaksanakan percobaan serta pengamatan secara langsung terhadap obyek bendanya.

1.2  Menanya
Kelemahan dari proses menghafal bila tidak diiringi dengan uraian yang mendalam, banyak siswa yang kandas menuntaskan sesuatu permasalahan matematika bila soal matematika diganti sedikit saja. Para guru sepatutnya realitas kalau kegagalan siswa dapat diakibatkan sebab siswa terbiasa menghafal algoritma ataupun prosedur tertentu tanpa ditekankan mengerti prosesnya.

1.3  Mengumpulkan Informasi
Penafsiran mengumpulkan data dalam pelajaran matematika tidak wajib barang konkret yang dikumpulkan. Data bisa berbentuk konsep-konsep, teorema ataupun sifat-sifat yang menunjang. Jadi data tidak wajib hasil percoban ataupun hasil pengamatan. Misalnya buat meyakinkan rumus-rumus buat tg (a+b) ataupun tg (a-b) dibutuhkan konsep tangen, sinus, cosinus dsb.

1.4  Mengasosiasi
Penafsiran asosiasi bisa bermakna penalaran ataupun akibat. Dapat penalaran induktif (dari perihal yang spesial ke perihal yang universal) ataupun penalaran deduktif (dari perihal yang universal ke perihal yang spesial).

1.5  Mengkomunikasikan
Secara kecil penafsiran mengkomunikasikan bisa dimaksud bagaikan menampilkan ataupun meyakinkan yang dituangkan dalam bahasa tulis (presentasi). Secara luas merumuskan bisa dimaksud pengaitan dengan modul lain.


E.     EVALUASI OTENTIK DALAM PENDIDIKAN MATEMATIKA
Bagaimana desain evaluasi otentik dalam konteks Kurikulum 2013? Serta bagaimana evaluasi otentik tersebut diterapkan dalam pendidikan mata pelajaran matematika? Evaluasi dilaksanakan dengan memadukan 3 aspek: pengetahuan (knowledge), kecakapan (skill), serta perilaku (attitude).
1.    Evaluasi kemampuan pengetahuan bisa dalam bentuk UAS, UTS, kuis, Pekerjaan Rumah, dokumen ataupun laporan.
2.    Evaluasi kecakapan (skill) misalnya kemampuan siswa terhadap konsumsi alat bantu pendidikan baik aplikasi maupun hardware. Sebaliknya evaluasi perilaku dititik beratkan pada kemampuan soft skill, misalnya partisipasi serta keaktifan dalam dialog, keahlian kerjasama dalam tim, serta kedatangan dalam pendidikan.
3.    Evaluasi pendidikan dengan PBL (Problem Based Learning) ataupun pendidikan berbasis permasalahan bisa dicoba dengan penilaian diri (self-assesment) serta peer-assesment. Self-assesment ialah evaluasi yang dicoba oleh pelajar sendiri terhadap usaha-usahanya serta hasil pekerjaannya sebaliknya Peer-assesment merupakan evaluasi di mana pelajar berdiskusi buat membagikan evaluasi terhadap upaya serta hasil penyelesaian tugas-tugas yang sudah dikerjakannya sendiri maupun oleh teman dalam kelompoknya.

Evaluasi yang relevan dalam PBL antara lain: evaluasi kinerja peserta didik, evaluasi portofolio peserta didik, evaluasi kemampuan belajar, evaluasi usaha kelompok. Evaluasi diri (self-assasment) di mana pelajar dimohon untuk memperhitungkan dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses serta tingkatan pencapaian kompetensi yang dipelajari dalam mata pelajaran yang ditempuh.

Pemakaian metode evaluasi diri ini bisa berakibat positif terhadap pertumbuhan karakter seorang dalam perihal ini pelajar. Dampak positif dari evaluasi diri merupakan:
1.    Sebab pelajar diberi keyakinan buat memperhitungkan dirinya sendiri perihal ini bisa meningkatkan rasa yakin diri
2.    Pelajar bisa instropeksi diri terhadap kekuatan serta kelemahannya
3.    Bisa melatih, mendesak, menyesuikan pelajar buat berbuat jujur serta obyektif.

Evaluasi Pendidikan dengan tata cara Pendidikan Berbasis Proyek terhadap perilaku, keahlian serta pengetahuan wajib dicoba secara merata. Evaluasi ini dinamakan Evaluasi Proyek. Dipaparkan kalau evaluasi proyek ialah aktivitas evaluasi terhadap sesuatu tugas yang wajib dituntaskan dalam waktu tertentu.

Evaluasi proyek pada mata pelajaran tertentu digunakan buat mengenali uraian, keahlian penelitian, keahlian mengaplikasikan, keahlian menginformasikan terhadap peserta didik secara jelas. 3 perihal yang butuh dipertimbangkan dalam evaluasi proyek merupakan: keahlian pengelolaan, relevansi, serta keaslian. Evaluasi proyek dicoba mulai perencanan, proses hingga hasil akhir.
Evaluasi pendidikan Discovery Learning bisa dicoba dengan uji ataupun non uji. Evaluasi yang digunakan berbentuk evaluasi kognitif, proses, perilaku, evaluasi hasil kerja siswa. Buat aspek kognitif digunakan uji tertulis yang bisa berbentuk tulisan, memberi warna, menggambar dan sebagaianya.


F.      PENUTUP
1.    Kesimpulan
Dengan implementasi Kurikulum 2013 yang ialah Kurikulum berkarakter diharapkan bisa tingkatkan mutu peserta didik baik di aspek kognitif, keahlian ataupun perilaku. Dengan pendekatan ilmiah diharapkan tercipta sikap jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerja sama, cinta damai, responsive serta proaktif.

2.    Saran
Untuk para pendidik agar dapat jadi tauladan pula motivator serta supervisor yang profesional. Buat para guru jadilah orang-orang yang bisa digugu serta ditiru.


DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Yunus. 2014. Desain Sistem Pembelajaran dalam Konteks Kurikulum 2013. Bandung: PT Refika Aditama
Idi, Abdullah. 2014. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada
Kemendikbud. 2014. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Matematika SMA/SMK Tahun Ajaran 2014/2015. Jakarta


Strategi Pembelajaran Matematika Dalam Pelaksanaan Kurikulum 2013